Aku memang tak
boleh memaksakan sesuatu pada harapan yang nihil. Aku memiliki hari depan, dan
kebahagiaan akan tercerai-berai seandainya aku terus terkungkung dalam harapan
fana perkara wanita. Tapi aku terlanjur berharap. Terlanjur bermimpi. Aku telah
terjerumus dalam buaian fantasi tentang hari depan bersamanya.
:Mendung
akan terasa cerah, seandainya di sampingku bersandar dia di bahuku. Polusi akan
terasa menyegarkan, seandainya di sampingku berjalan dia menggenggam jemariku.
Ultraviolet akan terasa hangat, seandainya di sampingku terlelap dia dalam
pelukku.
Yah, bermimpi
sah-sah saja, bukan?
Menghapus mimpi
yang telah terinternalisasi dalam memori bukan urusan mudah. Namanya, wajahnya,
senyumnya, parfumnya, dan semua keindahannya telah menjadi udara dan cahaya.
Tapi kenyataan
menggamparku keras. Sangat keras!
Lihatlah pipiku!
Jika
mengikhlaskan sesuatu yang sejak lama kukekang adalah jawaban akhir dari
bertahun harapan, maka biarlah aku menyakiti diri selamanya.
Aku telah
terbiasa.