Translate

Selasa, 01 Februari 2011

DI TAMAN

Malam makin gelap saat aku tiba di tempat itu. Bulan tertutup awan. Bintang tak cukup terang cahayanya. Dingin segera menyerbu tubuhku bersama angin malam yang berhembus. Seperti biasa, aku duduk di kursi itu.

Tak berapa lama kududuk di sana, Setitik cahaya tiba-tiba datang. Sekejap seluruh taman menjadi putih. Pohon-pohon menghilang, lampu taman dan laron-laron yang mengerubunginya pun entah ke mana. Kusipitkan mataku mencari sesuatu dalam putih itu, cukup lama, hingga akhirnya aku menemukannya, sesuatu yang perlahan mendekat, entah apa. Semakin dekat, dan semakin jelas. Ah, sepasang sayap anggun mengepak. Apa itu kupu-kupu? Tidak, itu terlalu besar. Lalu apa? Makin kusipitkan mataku sambil membetulkan posisi kacamataku. Sayap itu semakin mendekat, semakin jelas. Dan benar, itu bukan kupu-kupu.

“Siapa kau?”

Dia tak menjawab, hanya tersenyum.

“Kau manusia? Kenapa bersayap?”

Lagi-lagi dia hanya tersenyum.

“Kau bisa bicara?”

Dia mengangguk, lalu tersenyum lagi.

“Lalu kenapa kau hanya tersenyum?”

Dia tersenyum lagi.

“Hei!”

Dia terbang mengelilingiku. Aku semakin tak mengerti, siapa dia? Apa dia? Wujudnya manusia. Perempuan. Dia terbang mengembangkan sayapnya yang putih sambil terus tersenyum. Terlihat indah memang. Dan terus dia melayang.

“Ah, tunggu. Rasanya, aku pernah melihatmu sebelumnya.”

Dia menghentikan kepakan sayapnya. Menatap ke arahku, tersenyum, lalu terbang mengelilingiku lagi.

“Ya, dan rasanya belum lama ini.”

Dia berhenti lagi. Lalu perlahan mendekatiku. Semakin dekat. Semakin aku yakin. Ya, aku pernah melihat wajah sepertinya. Tapi entah di mana. Semakin dia mendekat, semakin keras kumengingat. Dimana?

Semakin dia mendekat. Semakin dekat wajahnya dengan wajahku. Ah, ya. Dia!

Hendak kusentuh pipi bening yang sangat dekat dari wajahku itu. Tapi, begitu kuangkat tanganku, tiba-tiba semua berputar, tersedot ke satu titik yang jauh. Dan dia terseret di dalamnya, mengulurkan tangan. Kukejar titik itu, semakin dekat kukejar, semakin jauh titik putaran itu. Semakin cepat kuberlari, semakin jauh dia terhisap ke dalam pusaran itu. Kupercepat lariku, kukerahkan seluruh tenagaku.

Dia semakin hilang tertelan pusaran itu. Aku menyerah. Kujatuhkan tubuhku. Lalu semua menjadi gelap.

Saat kubuka lagi mataku perlahan, bulan bersinar terang di atasku. Kutatap sekeliling, pohon-pohon telah kembali, lampu taman dan laron-laron juga ada di tempatnya semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar