Translate

Minggu, 26 Mei 2013

TAK BERBALAS

Jika kukatakan padamu tak mengapa cintaku tak kembali, percayalah! Sungguh tak masalah. Bukankah tanda itu sudah terbaca sejak lama? Aku saja yang bersikeras terus bermimpi berlama-lama.

Jika kukatakan padamu aku ikhlas melihatmu bersamanya, percayalah! Sungguh kebahagiaan tak terkira melihat senyummu sebahagia itu. Belum pernah kulihat sebelumnya. Tepat, kamu temukan labuhan yang tepat. Aku tak ada apa-apanya.

Tapi jika kukatakan padamu aku bisa melupakan cintaku padamu dan memandang hari depan dengan mimpi yang baru, percayalah!
Itu bohong.

MUNGKIN

Mungkin karena tanahnya kering berpasir,
bibit mawar yg kutanam tak juga tumbuh di pekaranganku.

Selasa, 21 Mei 2013

PAGI

Aku sedang berada di sebuah taman, tengah mesra berkejaran dengan dia, yang dinanti, saat suara itu sayup bergema lembut di bawah sadarku. Suara itu kukenal betul.
          Entah bagaimana suara perempuan cantik yang sedang berlari di depanku itu dapat terdengar dalam batinku.
          "Juk, bangun!" katanya.
          Aku tersentak. Taman tadi menghilang. Bunga-bunga, rumput-rumput, pohon-pohon, burung-burung juga ikut mengilang. Dia, yang dinanti, juga sama. Semua berganti kegelapan sebuah ruangan.
          Kucari gema suara yang membangunkanku tadi.
          "Sayang? Kamu di situ?" tanyaku sambil mencari kacamata.
          "Iya," jawabnya. Dapur kami persis di sebelah kamar.
          "Ayo, bangun. Sebentar lagi Subuh," lanjutnya.
          Kacamata sudah kutemukan. Maka bangunlah aku. Kuhampiri perempuan itu.
          Ia sedang menyeduh kopi.
          "Assalamualaikum. Selamat pagi, sayang!" sapaku sambil mengecup keningnya. Rutinitas yang tak pernah lalai kulakukan.
          "Waalaikumsalam. Pagi juga, sayang!" balasnya sambil tersenyum.
          Itulah senyum yang jadi doping penyemangat hidupku sepanjang hari. Melihatnya hal itu pertamakali setelah bangun tidur adalah kesempurnaan mimpiku sebagai laki-laki.
          Azan berkumandang.
          "Ayo, sayang!" ajakku.
          Aku telah bebersih, kami telah wudu. Dia telah bermukena. Aku sudah rapi.
          Kami sudah berdiri siap takbir. Tapi urung.
          Raungan weker mengganggu. Weker itu mampu memburamkan penglihatanku. Semuanya tampak memutar dan memusat ke sebuah titik, hingga akhirnya menghilang.
          Semua berubah jadi kamar sempit yang lampunya sengaja kumatikan. Suara weker dan kipas angin menyapaku.

Senin, 20 Mei 2013

PADA SIAPA LAGI

Hilang kompas
entah ke mana lagi kemudi kutuju

Aku buta navigasi

BAHAGIA

"Apa itu bahagia?" tanya pecundang pada dinding kamarnya.
           Sang dinding--tentu saja--tak punya jawaban.
           "Kau taktahu?" tanyanya lagi.
           Jawaban yang ditunggunya tak akan pernah datang.
           "Entahlah," kata pecundang itu tiba-tiba, "aku takpaham bahagia. Aku sudah mencarinya, tapi sepertinya lema bahagia sudah tidak ada dalam kamus hidupku."
           Pecundang itu tersenyum.
           "Kaupaham tidak?" tanyanya lagi pada dinding.
           Tak akan pernah ada jawaban.

Minggu, 19 Mei 2013

CERITA ADIK

SUDAH sejak lama adikku ingin bermain di wahana itu.
          "Kamu boleh main ke sana, tapi dengan syarat," ayah yang tak tahan mendengar rengekan adik akhirnya tak tahu lagi cara mencegahnya.
          "Apa, Ayah?" tanya adikku penuh semangat.
          Tampak sangat senang adikku ini.
          "Kamu boleh ke sana, tapi nanti setelah pembagian rapor. Bukan cuma itu, nilai kamu juga harus bagus. Satu aja ada nilai di bawah tujuh, batal. Gimana? Sanggup?"
          Adikku mengangguk penuh semangat.

DAN hari itu tiba.
          Kerja kerasnya membuat apa yang ditantang ayah tempo hari terlihat terlalu mudah baginya.
          Rata-rata nilai rapornya delapan koma.
          Maka dengan meletup-letup, penuh semangat, dia bersiap ke tempat itu esok hari.
          Tempat itu baru buka pukul sepuluh, tapi adikku sudah di sana pukul delapan.
          Semangat sekali.
          "Aku sudah lama banget mau ke sini, Kak," katanya senang sekali. Tak dapat pungkiri senyum bahagianya membahagiakan aku juga.
          Semalaman dia tak tenang tidur. Membayangkan apa yang akan dialaminya hari ini membuat dia gelisah dalam senyum.
          "Aku bawa bekal. Nanti kakak enggak boleh minta, ya!" katanya sambil memeluk kotak makannya.
          "Aku enggak minta, kok. Tapi aku ambil semua," kataku disusul tawa terbahak.
          Dia melongos.
          "Enggak akan aku kasih!" katanya sambil mendekap bekalnya makin erat.
         
SETENGAH sepuluh.
          "Sudah mulai ramai, kak," katanya sambil melihat sekelilingnya. Tempat itu memang sudah dipenuhi pengunjung. Mereka sudah mulai mengular di pintu gerbang.
          "Aku makin enggak sabar," katanya sambil menggosok-gosok telapak tangannya.
          "Tenang, kita kan ada di antrean paling depan," kataku.
          Dia tersenyum.

"DIK, kakak lapar," ucapku sambil menatap bekal makanan di pelukannya.
          "Enggak boleh!" katanya.
          "Adik cakep, deh!"
          "Enggak boleh!"

PETUGAS gerbang sudah bersiap.
          "Sebentar lagi, ya?" tanyanya.
          Kujawab dengan anggukan.

PUKUL sepuluh.
          Dia menarik-narik tanganku. Tak sabar.
          "Ayo, Kak!"
          Kami pun maju ke pintu masuk. Petugas loket tersenyum pada kami.
          "Dua, Mas!"
          "Untuk Mas dan adik ini?" tanya petugas loket itu.
          "Iya. Untuk aku sama kakak aku," jawab adikku dengan nada menggemaskan.
          "Umur adik berapa?" tanya orang itu.
          "Sembilan,"
          Petugas itu tersenyum.
          "Maaf, Adik. Tempat ini yang boleh masuk usia sepuluh tahun ke atas."
          "Maksudnya?" tanya adikku.
          "Adik enggak boleh masuk."
          Wajah adikku kelabu. Aku tak tahu ada peraturan itu.

SESAMPAINYA di rumah, dia mengunci diri di kamarnya. Bekalnya berceceran jatuh di depan pintu.

Ternyata Padamu

Ternyata padamu,
akhirnya kapal kulabuh
tak peduli ombak dan
angin menghanyutkan ke mana

Ternyata padamu,
akhirnya peluh bermuara
tak peduli sepoi angin
dan sejuk AC mengeringkannya

Selanjutnya hanya padamu,
segalanya kupelihara
segala apa padamu semua kutuju