Translate

Minggu, 19 Mei 2013

CERITA ADIK

SUDAH sejak lama adikku ingin bermain di wahana itu.
          "Kamu boleh main ke sana, tapi dengan syarat," ayah yang tak tahan mendengar rengekan adik akhirnya tak tahu lagi cara mencegahnya.
          "Apa, Ayah?" tanya adikku penuh semangat.
          Tampak sangat senang adikku ini.
          "Kamu boleh ke sana, tapi nanti setelah pembagian rapor. Bukan cuma itu, nilai kamu juga harus bagus. Satu aja ada nilai di bawah tujuh, batal. Gimana? Sanggup?"
          Adikku mengangguk penuh semangat.

DAN hari itu tiba.
          Kerja kerasnya membuat apa yang ditantang ayah tempo hari terlihat terlalu mudah baginya.
          Rata-rata nilai rapornya delapan koma.
          Maka dengan meletup-letup, penuh semangat, dia bersiap ke tempat itu esok hari.
          Tempat itu baru buka pukul sepuluh, tapi adikku sudah di sana pukul delapan.
          Semangat sekali.
          "Aku sudah lama banget mau ke sini, Kak," katanya senang sekali. Tak dapat pungkiri senyum bahagianya membahagiakan aku juga.
          Semalaman dia tak tenang tidur. Membayangkan apa yang akan dialaminya hari ini membuat dia gelisah dalam senyum.
          "Aku bawa bekal. Nanti kakak enggak boleh minta, ya!" katanya sambil memeluk kotak makannya.
          "Aku enggak minta, kok. Tapi aku ambil semua," kataku disusul tawa terbahak.
          Dia melongos.
          "Enggak akan aku kasih!" katanya sambil mendekap bekalnya makin erat.
         
SETENGAH sepuluh.
          "Sudah mulai ramai, kak," katanya sambil melihat sekelilingnya. Tempat itu memang sudah dipenuhi pengunjung. Mereka sudah mulai mengular di pintu gerbang.
          "Aku makin enggak sabar," katanya sambil menggosok-gosok telapak tangannya.
          "Tenang, kita kan ada di antrean paling depan," kataku.
          Dia tersenyum.

"DIK, kakak lapar," ucapku sambil menatap bekal makanan di pelukannya.
          "Enggak boleh!" katanya.
          "Adik cakep, deh!"
          "Enggak boleh!"

PETUGAS gerbang sudah bersiap.
          "Sebentar lagi, ya?" tanyanya.
          Kujawab dengan anggukan.

PUKUL sepuluh.
          Dia menarik-narik tanganku. Tak sabar.
          "Ayo, Kak!"
          Kami pun maju ke pintu masuk. Petugas loket tersenyum pada kami.
          "Dua, Mas!"
          "Untuk Mas dan adik ini?" tanya petugas loket itu.
          "Iya. Untuk aku sama kakak aku," jawab adikku dengan nada menggemaskan.
          "Umur adik berapa?" tanya orang itu.
          "Sembilan,"
          Petugas itu tersenyum.
          "Maaf, Adik. Tempat ini yang boleh masuk usia sepuluh tahun ke atas."
          "Maksudnya?" tanya adikku.
          "Adik enggak boleh masuk."
          Wajah adikku kelabu. Aku tak tahu ada peraturan itu.

SESAMPAINYA di rumah, dia mengunci diri di kamarnya. Bekalnya berceceran jatuh di depan pintu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar