I
CAHAYA mulai meraja di ufuk timur. Bulan yang tertinggal di barat tampak
malu dengan keperkasaan si punya cahaya. Dia mulai menepi, terus menepi, lalu
menghilang.
Pagi resmi
mengganti malam saat pria itu membuka jendelanya. Dihirupnya udara di luar
kamarnya dalam-dalam. Dalam. Lalu dihembuskan lagi. Berulang kali. Dia lalu
melihat ke sudut halaman. Adiknya yang perempuan sedang asyik menyiram bunga.
Pria itu
tersenyum melihat bunga adiknya.
II
PRIA itu mengawali hari dengan ceria. Sepanjang pagi dia tersenyum.
Tersenyum pada semua orang. Benar-benar tersenyum pada semua orang. Dia pergi
ke kamar mandi sambil bersiul dan mengibas-ngibas handuknya. Di kamar mandi,
dia pun bernyanyi penuh bahagia. Saat sarapan dia mengunyah dengan mata
berbinar-binar. Lalu berangkat sekolah dengan penuh semangat.
Keluarganya
bahkan tak berani berkomentar.
III
Bahkan pelajaran ‘si penggaris kayu’ pun tak mampu menghapus senyum yang
tersungging di bibirnya. Bahkan makin melengkung dan makin melengkung. Beberapa
kali teman sebelahnya menyelamatkannya dari ‘si penggaris kayu’ karena matanya
selalu tertuju pada bahu gadis berambut sebahu yang duduk tak seberapa jauh
dari kursinya, bukan papan tulis yang seharusnya dilihatnya.
Teman sebelahnya
hanya geleng-geleng kepala.
IV
Selepas jam pelajaran, pria itu hanya sesekali mencuri-curi pandang. Kelas
riuh. Semua orang berseliweran. Dia tak mau beradu pandang.
Teman sebelahnya
lalu menghampirinya.
“Semalam aku
mimpi.” Katanya memulai cerita.
V
Sebuah taman bunga. Pria itu dan gadis rambut sebahu teman sekelasnya
itu duduk di salah satu kursi di sana. Berdampingan.
Menikmati bunga-bunga.
“Cerah.” Kata
pria itu. Si gadis hanya tersenyum.
“Indah.” Kata
pria itu lagi. Si gadis hanya tersenyum. Lagi.
“Kamu suka?”
tanya pria itu. Si gadis menjawab dengan jawaban menggemaskan.
“Kamu mau?” Si
gadis mengangguk.
Pria itu bangun.
Memetik sekuntuk bunga.
“Untuk yang
tercantik!” Sambil bersimpuh, diberikannya kuntum bunga itu.
Si gadis
menghirup harumnya.
VI
“Mimpi apa?” tanya teman sebelahnya itu.
Si pria tak
melanjutkan cerita. Guru berikutnya masuk.
VII
Sepanjang pelajaran kedua, senyumnya yang tadi tak tampak. Bukan
pelajaran penyebabnya. Dia sangat suka pelajaran sejarah.
Tapi dia masih
sesekali mencuri-curi pandang menatap bahu gadis itu. Setiap dia memandangnya,
senyum yang tadi datang lagi. Tapi lalu menghilang lagi.
Berulang kali.
Dan berulang kali. Berulang kali juga teman sebelahnya menyadarkannya.
VIII
Istirahat. Senyum pria itu benar-benar
menghilang. Gadis itu dengan senyum yang sama seperti senyum yang dilihatnya
tadi malam menyambut ajakan ke kantin kekasihnya, teman sebelahnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar