Translate

Sabtu, 08 September 2012

“PERCAYAKAH KAMU PADA UNGKAPAN CINTA TAK HARUS SALING MEMILIKI?”


Percayakah kamu pada ungkapan cinta tak harus saling memiliki?
Aku melihat pada arloji, jarum jam
menunjukkan jam delapan malam,
aku dan wanita yang kucintai,
yang bukan kekasihku,
memulai pembicaraan dengan sebuah pertanyaan:
Percayakah kamu pada ungkapan cinta tak harus saling memiliki?

Entahlah
Kurasakan angin bertiup menggelitik kesadaranku.
Aku tak paham benar perkara cinta.

Aku tak percaya!
Katanya.
Dia memainkan bibirnya,
Gemas aku melihatnya.

hmm..

Bukankah cinta adalah sepasang?

Aku menggumam lagi,
Sepasang burung gereja terbang rendah di depan kami.

Bukankah cinta adalah saling berbalas,
berbalas senyum, berbalas rindu, berbalas kasih,
berbalas cinta?

Aku tersenyum,
mengangguk

Dia memainkan udara dalam
rongga mulutnya,
kuperhatikan pipinya yang
menggelembung.

Apakah cinta yang hanya sendiri,
mendapatkan esensinya sebagai cinta?

Esensi?

Apakah mungkin cinta akan merelakan
cinta yang diidamkannya dimiliki cinta yang lain?

Aku mematung,
kurelakan dia bahagia dengan kekasihnya.

Masihkah pantas cinta seperti itu disebut cinta?
Bukankah itu hanya harapan belaka?

Aku masih menyebut cintaku padanya
dengan istilah cinta

Kenapa hanya harapan belaka?

Dia mainkan lagi udara dalam
rongga mulutnya,
kuperhatikan lagi pipinya yang
menggelembung.

Tidakkah kamu pikir bahwa seseorang yang
merelakan cintanya dimiliki cinta yang lain adalah
perbuatan yang sia-sia?

Sia-sia?
Dia tidak menjawab pertanyaan

Ya, sia-sia. Tidakkah orang itu
mengerti bahwa cinta adalah sepasang?

Lalu?

Kenapa cuma lalu?

Sudah lanjutkan saja!

Yah, tadi ‘kan aku sudah bilang,
bukankah Tuhan menciptakan cinta itu sepasang,
saling berbalas adalah esensi dari cinta.
Maksudku, jika dia mencintai cinta yang dimiliki cinta lain,
bukankah itu artinya cinta itu bukanlah
pasangan cinta yang telah Tuhan ciptakan untuknya.
Bukankah ada cinta lain selain cinta yang dicintainya itu
yang mungkin saja itulah sebenarnya yang Tuhan jadikan
pasangan cintanya yang hanya separuh?

Berbelit sekali omongan si cantik ini

“Menurut kamu gimana?

Yah…

Ponselnya bordering, SMS,
dia tersenyum membacanya.
Dibalasnya SMS itu sambil senyum juga.

Yah kenapa?

Menurutku esensi dari cinta
bukanlah saling berbalas..

Dia menatapku.
Lalu?

Menurutku, esensi dari cinta adalah
melihat cinta kita bahagia.

Jadi kamu percaya ungkapan itu?

Bagaimana tidak, aku tak bisa memiliki dia.

Seorang temanku pernah mengatakan ini padaku ….

Apa?

Dia juga percaya cinta tak harus memiliki,
dia memendam perasaannya pada seorang wanita,
karena wanita itu telah memiliki kekasih.
Dia adalah aku. Wanita itu adalah dia.

Dia mengatakan bahwa hanya dengan melihat senyum
wanita yang dicintainya itu tersungging, entah dengan dia,
atau dengan kekasihnya, atau dengan siapapun,
 artinya tujuannya mencintai wanita itu
terpenuhi. Menurut dia, cinta adalah membuat cinta kita itu bahagia.
Mungkin dia percaya cinta itu akan lebih bahagia
jika bersama kekasihnya. Jadi dia merelakan, dan tak bisa melupakan.

Kasihan sekali, lalu apa dia bahagia melihat wanita yang dicintainya itu
mencintai orang lain? Pasti tersiksa bukan?

HP-nya berdering lagi.
Dia tersenyum lagi.
Lanjutkan!” katanya.
Dia lanjut membaca, sambil tersenyum.

Yah, dia bilang, cukup melihat cintanya itu tersenyum,
entah itu saat bersama kekasihnya, saat SMS-an dengan
kekasihnya, atau apa lah, sudah membuatnya bahagia.

Apa iya bisa begitu? Dia senang hanya dengan melihat
wanita itu tersenyum?

“Iya.

Temanmu itu tidak realistis sekali!

Oh ya?

Pacarku datang, kita lanjutkan lain waktu ya…

Dia bangkit.

Katakan pada temanmu itu, realistislah!
Untuk apa berharap
pada cinta yang tak berbalas.
Tersenyum dia.
Daaah.. Pergi dulu ya!
Tersenyum lagi.

Aku melihat pada arloji, jarum jam
menunjukkan jam delapan dua puluh malam,
kuhabiskan malam minggu dengan menciumi
wangi parfumnya yang tertinggal.

1 komentar: